Langsung ke konten utama

Hutan Hujan Tropika


Hutan Hujan Tropika
(Foto: http://www.wabash.edu)
Hutan ialah suatu kelompok pohon-pohonan yang cukup luas dan cukup rapat, sehingga dapat menciptakan iklim mikro (micro climate) sendiri (Darjadi dan Hardjono 1976). Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005) hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. 

Hutan hujan tropika menurut Daniel et al. (1979) adalah bentuk hutan yang paling tinggi perkembangannya dan paling kompleks diantara semua formasi hutan. Hutan ini ialah hutan daun lebar yang selalu hijau dengan proporsi yang besar dengan kerapatan yang tinggi dan relatif sempit penyebarannya dibandingkan dengan perkiraan umum. Hutan hujan tropika merupakan suatu komunitas tumbuhan yang bersifat selalu hijau, selalu basah dengan tinggi tajuk sekurang-kurangnya 30 m serta mengandung spesies-spesies epifit berkayu dan herba yang bersifat efifit (Schimper 1903 dalam Mabberley 1992). Richards (1966) juga menjelaskan bahwa salah satu ciri penting dari hutan hujan tropika adalah adanya tumbuhan berkayu, tumbuhan pemanjat dan efifit berkayu dalam berbagai ukuran. 
Hutan hujan tropika merupakan jenis wilayah yang paling subur. Hutan jenis ini terdapat di sekitar wilayah tropika atau di dekat wilayah tropika di bumi ini, yang menerima curah hujan berlimpah sekitar 2000 – 4000 mm setahunnya. Suhunya tinggi (sekitar 25 – 26 C) dan seragam dengan kelembaban rata-rata sekitar 80 %. Komponen dasar hutan itu adalah pohon tinggi dengan tinggi maksimum rata-rata 30 meter (Ewusie 1980). 

Hutan hujan merupakan suatu komunitas yang sangat kompleks dengan ciri yang utama adalah pepohonan dengan berbagai ukuran. Kanopi hutan menyebabkan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan diluarnya; cahaya kurang, kelembaban yang lebih tinggi dengan suhu yang rendah (Whitmore 1986). 

Hutan hujan tropika (tropical rain forest) memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan 2005): 
  • Iklim selalu basah 
  • Tanah kering dan bermacam-macam jenis tanah 
  • Di pedalaman, pada tanah rendah rata atau berbukit (<1000 m dpl) dan pada tinggi (s/d 4000 m dpl) 
  • Dapat dibedakan menjadi 3 zone menurut ketinggiannya: (a) Hutan hujan bawah 2 – 1000 m dpl, (b) Hutan hujan tengah 1000 – 3000 m dpl, (c) Hutan hujan atas 3000 – 4000 m dpl
  1. Hutan hujan bawah, jenis kayu yang penting antara lain: dari suku Dipterocarpacea antara lain: Shorea, Hopea, Dipterocarpus, Vatica, dan Dryobalanops. Genus-genus lain antara lain: Agathis, Altingia, Dialium, Duabanga, Dyera, Gossanepinus, Koompassia, Octomeles. 
  2. Hutan hujan tengah, jenis kayu yang umum terdiri dari suku-suku Lauraceae, Fagaceae (Quercus), Castanea, Nothofagus, Cunoniaceae, Magnoliaceae, Hammamelidaceae, Ericaceae, dan lain-lain. 
  3. Hutan hujan atas, jenis kayu utama: Coniferae (Araucaria, Dacrydium, Podocarpus), Ericaceae, Laptospermum, Clearia, Quercus, dan lain-lain. 
  • Terdapat terutama di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Irian. 


Komponen Penyusun Hutan Hujan Tropika 

Berdasarkan komponen penyusunnya, hutan hujan tropika meliputi (Ewusie 1980): 

1. Komponen abiotik yang terdiri dari:

     a. Suhu 
Iklim hutan hujan tropika ditandai oleh suhu yang tinggi dan sangat rata. Rataan suhu tahunan berkisar antara 200 C dan 280 C dengan suhu terendah pada musim hujan dan suhu tertinggi pada musim kering. Setiap naik 100 m di pegunungan, rataan suhu itu berkurang 0,4 – 0,7 C. 
     b. Curah hujan 
Hutan hujan tropik menerima curah hujan berlimpah sekitar 2000 – 3000 mm dalam setahunnya. 
      c. Kelembaban atmosfer 
Kelembaban hutan hujan tropika rata-rata sekitar 80 %. Pada tumbuhan teduhan lamanya kelembaban maksimum bertambah dari sekitar 14 jam selama musim kering menjadi 18 jam pada musim hujan. 
      d. Angin 
Di wilayah tropika kecepatan angin biasanya lebih rendah dan angin topan tidak begitu sering. Rataan kecepatan angin tahunan di daerah hutan hujan pada umumnya kurang dari 5 km/jam dan jarang melampaui 12 km/jam. 
      e. Cahaya 
Meskipun jumlah sinar matahari harian tidak pernah kurang dari 10 jam dimanapun diwilayah tropika, tetapi jumlah sinar matahari cerah sesungguhnya selalu kurang dari jumlah tersebut diatas, karena derajat keberawanan yang tinggi. 
      f. Karbondioksida 
Karbondioksida dianggap penting dari segi ekologi karena bersama-sama dengan cahaya merupakan faktor pembatas bagi fotosintesis dan perkembangan tumbuhan. 
2. Komponen biotik 
Komponen dasar hutan hujan tropika adalah pepohonan yang tergabung dalam tumbuhan herba, perambat, epifit, pencekik, saprofit, dan parasit. 

Penyebaran Hutan Hujan Tropika di Indonesia 

Soerianegara dan Indrawan (2005) membagi formasi hutan Indonesia ke dalam 3 zone vegetasi, yaitu: 
  1. Zone barat, yang berada dibawah pengaruh vegetasi Asia, meliputi pulau Sumatera dan Kalimantan dengan jenis-jenis kayu yang dominan dari Suku Dipterocarpaceae. 
  2. Zone timur, berada di bawah pengaruh vegetasi Australia meliputi pulau Maluku, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Jenis dominan adalah dari suku Araucariaceae dan Myrtaceae. 
  3. Zone peralihan, dimana pengaruh dari kedua benua tersebut bertemu yaitu Pulau Jawa dan Sulawesi, terdapat dari jenis Araucariacea, Myrtaceae, dan Verbenaceae. Sekalipun dapat dikatakan pemisahan demikian tidaklah berarti bahwa batas tersebut merupakan garis tegas yang dari penyebaran vegetasi. 
Selanjutnya dikemukakan bahwa penyebaran hutan hujan tropika di Indonesia terdapat terutama di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, serta Irian.


DAFTAR PUSTAKA


Daniel TW, Helm JA, Baker FS. 1979. Principles of Silviculture. New York: McGraw Hill Company, Inc. 

Darjadi L, Hardjono R. 1976. Sendi-Sendi Silvikultur. Jakarta: Direktorat Jenderal Kehutanan.

Ewusie JY. 1980. Pengantar Ekologi Tropika. Tanuwidjaya Usman, penerjemah. Terjemahan dari: Elements of Tropical Ecology.  Bandung: ITB Press. 

Mabberley DJ. 1992. Tropical Rain Forest Ecology. New York: Chapman and Hall, Inc. 

Richard PW. 1966. The Tropical Rain Forest: An Ecological Study. London: The Syndics of The Cambridge University Press.  

Soerianegara I, Indrawan I. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor : Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Whitemore TC. 1984. Tropical Rain Forest of the For East. English Language Book Society. New York: Oxford University Press.

(RRG)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Macam-macam Bentuk Daun

Contoh bentuk-bentuk daun Masing-masing dedaunan yang tumbuh di berbagai tumbuhan di dunia ini memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut ditunjukkan dari berbagai hal, yaitu bentuk daun keseluruhan, bentuk ujung dan pangkal daun, permukaan daun, dan tata daunnya (Tabel 1). Tabel 1  Berbagai istilah dalam menjelaskan bentuk-bentuk daun  No Istilah Penjelasan Istilah Bentuk Daun 1 Deltate Bentuk delta, menyerupai bentuk segitiga sama sisi 2 Elliptical Ellips, bagian terlebar di bagian tengah daun 3 Elliptical Oblong Berbentuk antara ellips sampai memanjang 4 Lanceolate Bentuk lanset, panjang 3-5 x lebar, bagian terlebar sekitar 1/3 dari pangkal dan menyempit di bagian ujung daun 5 Oblong Memanjang, panjang daun sekitar 2 ½ x lebar 6 Oblong lanceolate Berbentuk antara memanjang sampai lanset 7 Oblong obov

Ekosistem Mangrove: Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Mangrove

Hutan mangrove Pulau Sebuku Kalimantan Selatan dilihat dari sisi sungai (Dokumentasi Penelitian Ghufrona 2015) Ekosistem mangrove dapat berkembang baik di daerah pantai berlumpur dengan air yang tenang dan terlindung dari pengaruh ombak yang besar serta eksistensinya bergantung pada adanya aliran air tawar dan air laut. Samingan (1971) menyatakan bahwa kebanyakan mangrove merupakan vegetasi yang agak seragam, selalu hijau dan berkembang dengan baik di daerah berlumpur yang berada dalam jangkaan peristiwa pasang surut.  Komposisi mangrove mempunyai batas yang khas dan batas tersebut berhubungan atau disebabkan oleh efek selektif dari: (a) tanah, (b) salinitas, (c) jumlah hari atau lamanya penggenangan, (d) dalamnya penggenangan, serta (e) kerasnya arus pasang surut. Pertumbuhan vegetasi mangrove dipengaruhi oleh faktor lingkungan (fisik, kimia, dan biologis) yang sangat kompleks, antara lain: 1.       Salinitas Salinitas air tanah mempunyai peranan penting sebagai f

Sistem Silvikultur: Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB)

THPB adalah suatu sistem silvikultur yang meliputi cara penebangan dan cara pembuatannya kembali yaitu dengan cara menebang habis semua pohon yang terdapa t da l a m tegakan hutan sedangkan permudaannya dilakukan dengan mengadakan penanaman kembali areal  bekas tebangan habis tersebut, dengan tujuan untuk memperoleh tegakan hutan baru yang seumur da n bernilai tingg i (memperoleh hasil maksimal) , sesuai dengan tujuan perusahaan (umumnya untuk keperluan industri) Dalam s i stem silvikultur THPB, semua pohon berharga baik karena jenis maupun karena ukurannya, ditebang untuk dimanfaatkan.  Jatah tebangan disesuaikan dengan keadaan hutan, target produksi dan kemampuan reboisasi    Secara ideal sistem ini meliputi penebangan dan permudaan setiap tahun dengan luas blok-blok yang sama (coupes) dan tergantung pada daur (rotasi) dari species pohon yang itu sendiri. Hasil akhir dari sistem ini akan terbentuk tegakan-tegakan dengan umur: 1,2,3,...........r (r = rotasi). Penebangan dengan se