Forest Health Monitoring (FHM) adalah metode pemantauan kondisi kesehatan hutan yang diintroduksikan oleh USDA Forest Service untuk memonitor Nation Forest Health yang dirancang untuk temperate region. FHM diperkenalkan pertama kali pada tahun 1993 dan telah digunakan untuk memonitor kesehatan hutan seluruh negara bagian Amerika & negara-negara Eropa Timur pada tahun 1994-an, dan terus dilakukan hingga sekarang. Sistem monitoringnya berbeda dengan NFI. Indonesia merupakan negara pertama yang melakukan penelitian kehandalan penerapan metode FHM ini untuk hutan tropis. Mengingat kondisi hutan di daerah temperate sangat berbeda dengan hutan tropis maka diperlukan modifikasi dan penyesuaian dalam pelaksanaan FHM.
Berdasarkan Forest Health Monitoring Field Methods Guide (1995), ada 7 (tujuh) indikator utama yang digunakan dalam menilai kesehatan hutan, yaitu Nilai hutan, Klasifikasi Kondisi Tajuk, Penentuan Kerusakan dan Kematian, Radiasi Aktif Fotosintesis, Struktur Vegetasi, Jenis-jenis Tanaman Bioindikator Ozon, dan Komunitas Lumut Kerak, dimana metode, standar ukuran dan jaminan mutunya telah ditetapkan untuk masing-masing indicator. Dari hasil evaluasi dan uji kehandalan indikator (Supriyanto et al, 2001), terdapat empat indikator yang sesuai untuk hutan tropis indonesia, meliputi produksi, biodiversitas, vitalitas dan kesehatan, dan kualitas tapak. Parameter yang digunakan untuk mengetahui indikator tersebut antara lain : pertumbuhan pohon, permudaan dan kematian, kondisi tajuk dan struktur, struktur vegetasi, biodiversitas, kerusakan tegakan karena pembalakan, kerusakan abiotik, hama dan penyakit, dan sosial ekonomi.
Dalam pelaksanaannya FHM terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : 1) Detection monitoring (penentuan jenis gangguan terhadap kondisi ekosistem udara dan tanah untuk digunakan sebagai dasar evaluasi status dan perubahan dalam eksosistem hutan, 2) Evaluating Monitoring (menentukan luas, keparahan dan penyebab perubhan yang tidak diinginkan dalam kesehatan hutan yang telah diidentifikasi pada langkah sebelumnya), 3) Intensive Site Monitoring (ditentukan status faktor-faktor biotik), 4) Research on Monitoring Techniques (penelitian ttg indikator kesehatan dan metode deteksi) dan 5) Analysis and Reporting (data yang diperoleh perlu disajikan dalam format yang mudah dipahami oleh semua pemangku kepentingan serta dilaporkan secara baik.
Beberapa keunggulan FHM jika diterapkan di Hutan Tropika, yaitu :
Beberapa keunggulan FHM jika diterapkan di Hutan Tropika, yaitu :
· Menyediakan informasi yang interpretable akan kondisi status saat ini, perubahan dan trends dari indikator-indikator kesehatan hutan, dan informasi ini sangat dibutuhkan kalangan decision makers untuk mendukung pengambilan keputusan bagi tercapainya tujuan pengelolaan hutan yang lestari. Bagi para pengelola hutan, informasi tentang kesehatan hutan dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan tingkat (kualitas) hutan yang pada gilirannya sangat penting untuk merespon keinginan pihak-pihak yang berkepentingan. Bagi masyarakat luas informasi tentang kesehatan hutan yang diperoleh secara benar akan meningkatkan kesadaran dan peran serta mereka dalam ikut memanfaatkan hutan secara benar.
· Dapat menggambarkan kondisi kesehatan hutan sampai tingkat verifier melalui kuantifikasi parameter-parameter kesehatan hutan.
· Dapat diidentifikasi kehadiran organisme perusak dan agen – agen penyebab penyakit pohon baik abotik maupun biotik termasuk manusia didalamnya, sehingga dapat melakukan pencegahan awal ataupun pengendalian secara terstruktur terhadap kehadiran agen - agen penyebab kerusakan tegakan hutan dan sedini mungkin dapat dicari alternatif pencegahan ataupun pengendalian terhadap kondisi yang terjadi pada tegakan.
· Dapat diketahui pertumbuhan (riap) tegakan sehingga dapat menentukan manajemen pemanenan (penentuan jumlah yang ditebang, waktu dan lokasi) serta dapat menentukan tindakan silvikultur untuk mendukung regenerasi (pengayaan, pemeliharaan permudaan) yang pada akhirnya dapat mendukung tercapainya kelestarian produksi hutan.
· Tercapainya kondisi hutan yang sehat akan mendukung peningkatan produktifitas hutan termasuk didalamnya jasa-jasa hutan.
Sedangkan kelemahan FHM jika diterapkan di Hutan Tropika, yaitu :
· Membutuhkan SDM yang banyak dan berkualitas (profesional) untuk dapat menghasilkan data status saat ini, perubahan dan kecenderungan jangka panjang kesehatan hutan yang akurat dan terpercaya yang akan dijadikan dasar pengambilan keputusan/kebijakan dalam kegiatan pengelolaan hutan dan ekosistemnya secara lestari.
· Membutuhkan dana atau anggaran yang banyak karena FHM harus dilakukan secara reguler dan continue dalam suatu areal/kawasan hutan yang luas
· Dalam suatu areal/kawasan hutan yang sangat luas, tingkat keterwakilan penentuan plot sampling monitoring sangat menentukan akurasi data/informasi kondisi kesehatan hutan dalam suatu kawasan hutan tersebut.
· Perubahan kondisi hutan tropis sangat dinamis sehingga interval dan kontinuitas pelaksanaan FHM harus disesuiakan dengan perubahan kondisi lingkungan setempat
· Meskipun hasil pengukuran dalam pengamatan FHM berupa data kuantitatif tetapi hasilnya masih sangat subyektif terutama dalam penentuan tingkat kerusakan, crown dieback, crown density, foliage transparancy hal ini dikarenakan sering terjadinya perbedaan dalam tingkat penilaian oleh pengamat karena tidak adanya alat yang dapat digunakan untuk mengukur parameter tersebut.
· Untuk mendapatkan keobyektifan dan keakuratan data diperlukan pengamat yang tetap dalam suatu area yang tetap, mengingat terdapatnya beberapa parameter pengukuran yang bersifat subyektif
FHM dapat diterapkan pada semua sistem silvikultur dimana parameter dan inidkator dalam FHM disesuaikan dengan tipe hutan dan sistem silvikultur.
hai de ,,,,,,,
BalasHapus