Langsung ke konten utama

Kondisi lingkungan yang mempengaruhi keberadaan mangrove

Percival and Womersley (1975) menyatakan bahwa kondisi lingkungan yang mempengaruhi mangrove adalah struktur fisiografi wilayah, daya akresif atau erosif dari laut atau sungai, pengaruh pasang surut, kondisi tanah, serta kondisi-kondisi tertentu yang disebabkan oleh eksploitasi. Dalam hal fisiografi, kondisi yang menguntungkan untuk mangrove adalah adanya teluk dangkal yang terlindung, estuaria, laguna, dan sisi semenanjung atau pulau dan selat yang terlindung.  Selain itu, Chapman (1975a) menyatakan bahwa banyak faktor lingkungan yang mempengaruhi rawa-rawa mangrove, tetapi faktor yang terpenting adalah tipe tanah, salinitas, drainase dan arus air.

Meskipun keberadaan rawa-rawa mangrove tidak tergantung pada iklim, dan ditemukan pada kondisi yang selalu basah ataupun pengaruh musiman (Tomlinson, 1986; Percival and Womersley, 1975), tetapi keberadaan mangrove yang luas, nampaknya bergantung pada tujuh faktor dasar berikut ini (Chapman, 1975b):
(1).  Suhu udara
Hutan mangrove yang luas umumnya terdapat pada wilayah yang suhu rata-rata di bulan terdinginnya, lebih dari 20 o C dengan kisaran musimannya tidak melebihi 5o C, kecuali di Afrika Timur dimana kisarannya bisa mencapai 10o C.
(2).  Arus laut
Perlu dicatat bahwa batas bagian selatan penyebaran mangrove dari pantai bagian barat Afrika, berkaitan dengan perbatasan antara upwelling air dingin dengan arus air hangat bagian selatan.  Situasi yang sama juga terjadi untuk pantai barat Australia dan Amerika Selatan dimana terdapat penyebaran mangrove yang sangat terbatas, dimana arus Humboldt yang dingin terjadi.  Arus tersebut mengarah ke utara, dan ini menghambat benih yang mengapung untuk hanyut ke selatan. Kemungkinan, bila benih-benih mangrove ditanam di bagian selatan dari penyebarannya sekarang di perbatasan Australia bagian barat, Afrika Selatan dan Amerika Selatan bagian barat, mereka akan tumbuh dan berkembang dengan baik.


(3).  Perlindungan
Mangrove berkembang baik di pantai-pantai yang terlindung dari ombak yang kuat atau pengaruh pasang surut yang terlalu kuat yang dapat menyapu anakan mangrove sebelum tumbuh mapan. Perlindungan seperti itu diberikan oleh teluk, laguna, estuaria di belakang semenanjung dan gosong lepas pantai, dan di selat yang sempit.
(4).  Pantai yang dangkal
Pantai-pantai yang dangkal memberikan kesempatan berkembangnya mangrove yang luas. Meskipun demikian, pada pantai yang dasar lautnya curam, mangrove tepian (fringe mangrove) cenderung berkembang dengan baik.
(5).  Air masin
Kandungan garam dalam air bukan merupakan prasyarat untuk pertumbuhan mangrove, meskipun toleransi terhadap garam memungkinkan jenis mangrove tumbuh di wilayah tropika beriklim arid (kering) dimana mereka tidak akan bisa hidup seperti tanaman darat.  Mangrove biasanya ditemukan di wilayah tropika basah, walaupun ada juga mangrove yang bisa hidup di daerah pantai di gurun.  Di wilayah tropika basah, mangrove menstimulasi terjadinya hutan rawa air tawar atau hutan riparian.
(6). Kisaran pasang surut.
Pasang surut dan fenomena yang terkait dengannya, nampaknya mengendalikan zonasi vertikal dari beberapa jenis mangrove. Suatu kisaran pasang surut yang besar, yang dibarengi dengan pantai dengan dasar laut yang landai, akan mendorong berkembangnya mangrove yang ekstensif.
(7).  Substrat lumpur
Walaupun mangrove tumbuh pada pasir, lumpur, gambut, dan batuan koral, tetapi mangrove yang luas biasanya ditemukan pada tanah-tanah lumpur atau yang berlumpur. Tanah-tanah seperti itu biasanya ditemukan di sepanjang pantai berdelta, laguna, dan estuaria. Tanah-tanah volkanik, seperti yang terdapat di Indonesia, bersifat kondusif bagi mangrove.

Menurut  Hamilton dan Snedaker (1984), sumberdaya mangrove bersifat terbarukan hanya bila proses-proses ekologis yang mengatur sistem tersebut dipertahankan. Proses ekologis internal yang menyebabkan bisa dipertahankannya dan bisa diperbaharuinya ekosistem mangrove adalah bergantung pada proses eksternal berikut ini: (1) percampuran antara air masin (pasang surut) dengan air tawar (air sungai) yang seimbang, (2) pasokan hara yang memadai, dan (3) substrat yang stabil.  Menghilangkan satu atau lebih dari faktor-faktor tersebut akan merusak atau menghilangkan sifat terbarukan dari sumberdaya mangrove tersebut.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Macam-macam Bentuk Daun

Contoh bentuk-bentuk daun Masing-masing dedaunan yang tumbuh di berbagai tumbuhan di dunia ini memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut ditunjukkan dari berbagai hal, yaitu bentuk daun keseluruhan, bentuk ujung dan pangkal daun, permukaan daun, dan tata daunnya (Tabel 1). Tabel 1  Berbagai istilah dalam menjelaskan bentuk-bentuk daun  No Istilah Penjelasan Istilah Bentuk Daun 1 Deltate Bentuk delta, menyerupai bentuk segitiga sama sisi 2 Elliptical Ellips, bagian terlebar di bagian tengah daun 3 Elliptical Oblong Berbentuk antara ellips sampai memanjang 4 Lanceolate Bentuk lanset, panjang 3-5 x lebar, bagian terlebar sekitar 1/3 dari pangkal dan menyempit di bagian ujung daun 5 Oblong Memanjang, panjang daun sekitar 2 ½ x lebar 6 Oblong lanceolate Berbentuk antara memanjang sampai lanset 7 Ob...

Ekosistem Mangrove: Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Mangrove

Hutan mangrove Pulau Sebuku Kalimantan Selatan dilihat dari sisi sungai (Dokumentasi Penelitian Ghufrona 2015) Ekosistem mangrove dapat berkembang baik di daerah pantai berlumpur dengan air yang tenang dan terlindung dari pengaruh ombak yang besar serta eksistensinya bergantung pada adanya aliran air tawar dan air laut. Samingan (1971) menyatakan bahwa kebanyakan mangrove merupakan vegetasi yang agak seragam, selalu hijau dan berkembang dengan baik di daerah berlumpur yang berada dalam jangkaan peristiwa pasang surut.  Komposisi mangrove mempunyai batas yang khas dan batas tersebut berhubungan atau disebabkan oleh efek selektif dari: (a) tanah, (b) salinitas, (c) jumlah hari atau lamanya penggenangan, (d) dalamnya penggenangan, serta (e) kerasnya arus pasang surut. Pertumbuhan vegetasi mangrove dipengaruhi oleh faktor lingkungan (fisik, kimia, dan biologis) yang sangat kompleks, antara lain: 1.       Salinitas Salinitas air tanah mempun...

Sistem Silvikultur: Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB)

THPB adalah suatu sistem silvikultur yang meliputi cara penebangan dan cara pembuatannya kembali yaitu dengan cara menebang habis semua pohon yang terdapa t da l a m tegakan hutan sedangkan permudaannya dilakukan dengan mengadakan penanaman kembali areal  bekas tebangan habis tersebut, dengan tujuan untuk memperoleh tegakan hutan baru yang seumur da n bernilai tingg i (memperoleh hasil maksimal) , sesuai dengan tujuan perusahaan (umumnya untuk keperluan industri) Dalam s i stem silvikultur THPB, semua pohon berharga baik karena jenis maupun karena ukurannya, ditebang untuk dimanfaatkan.  Jatah tebangan disesuaikan dengan keadaan hutan, target produksi dan kemampuan reboisasi    Secara ideal sistem ini meliputi penebangan dan permudaan setiap tahun dengan luas blok-blok yang sama (coupes) dan tergantung pada daur (rotasi) dari species pohon yang itu sendiri. Hasil akhir dari sistem ini akan terbentuk tegakan-tegakan dengan umur: 1,2,3,...........r (r = rotasi). P...