Langsung ke konten utama

Sistem Peringatan Dini Kebakaran Hutan dan Lahan

Sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan merupakan suatu sistem yang dibentuk untuk dapat memperingatkan tingkat bahaya terjadinya kebakaran hutan dan lahan di suatu lokasi sebelum terjadi. Sistem tersebut dibentuk berdasarkan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi mudah terbakarnya vegetasi dan biomassa, tingkat penyebaran, kesulitan pengendalian, dampak kebakaran dan faktor klimatologis, serta kemajuan teknologi. 



Sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan di Indonesia ditunjukkan dengan Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran (Fire Danger Rating System) sebagai sistem peringatan dini bahan kebakaran. Di Indonesia, sistem ini dikembangkan oleh Canadian Forest Service (ICFS) dan lembaga pemerintah seperti Kementerian Kehutanan, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Badan Koordinasi Nasional (Bakornas), yang didukung dana hibah dari Canadian Internasional Development Agency (CIDA). Keluaran dari sistem peringatan dini tersebut berupa peta tentang kemudahan dimulainya api, tingkat kesulitan pengendalian api, dan kondisi kekeringan di wilayah Indonesia. 

Secara global di dunia, sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan dapat ditunjukkan dengan Sistem Peringatan Dini Global untuk Kebakaran Hutan yang disebut dengan Global EWS. Global EWS ini menyediakan perkiraan 1-7 hari data sistem peringatan dini kebakaran hutan dan lahan berdasarkan prakiraan lingkungan global dari National Centers for Environmental Prediction (NCEP) yang bertempat di Amerika Serikat (USA). Global EWS menyajikan enam komponen yang mewakili kekeringan bahan bakar dan perilaku kebakaran potensial pada tingkat lansekap, antara lain: 
  1. Fire Weather Index (FWI), yang merupakan indikator umum dari bahaya kebakaran dan intesitas kebakaran; 
  2. Buildup Index (BUI), yang menujukkan kekeringan bahan bakar yang mati dalam ukuran sedang maupun besar; 
  3. Initial Spread Index (ISI), yang merupakan indikator penyebaran laju api; 
  4. Drought Code (DC), yang menujukkan tingkat kekeringan yang mendalam di lapisan organik yang kompak di lantai hutan; 
  5. Duff Moisture Code (DMC), yang menunjukkan tingkat kekeringan lapisan organik di atas lantai hutan, sering digunakan sebagai prediktor petir yang dapat menyebabkan kebakaran; 
  6. Fine Fuel Moisture Code (FFMC), yang merupakan indikator kekeringan bahan bakar mati, sering digunakan sebagai prediktor penyebab kebakaran berupa manusia dan petir. 
Jika hasil peringatan dini menujukkan indikasi berpotensi terjadiya kebakaran (misalnya, pada daerah tropis berupa indikasi akan terjadinya kemarau panjang), maka dilakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: 
  1. Penyebaran peringatan dini melalui media lokal (cetak dan elektronik) agar diketahui oleh kelompok target pemanfaat hutan, politisi, masyarakat, dan pengelola lahan lainnya; 
  2. Memantau aktivitas di sekitar lahan dan hutan, terutama daerah rawan, melalui patroli harian; 
  3. Menyebarluaskan informasi larangan pembakaran; 
  4. Melakukan persiapan, pelatihan, dan penyegaran untuk semua petugas terkait dan masyarakat dalam usaha-usaha pemadaman kebakaran hutan; 
  5. Merencanakan penanggulangan bersama dengan masyarakat, LSM, dan perusahaan-perusahaan di sekitar hutan; 
  6. Memastikan ketersediaan peralatan pemadaman dan semua peralatan berfungsi dengan baik; 
  7. Melakukan pertemuan dan komunikasi secara rutin antara masyarakat, perusahaan, LSM, dan petugas pemadam kebakaran.
* * *
Artikel ini  merupakan salah satu bagian dari makalah berjudul Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) Kebakaran Hutan dan Lahan di Australia yang ditulis oleh R Rodlyan Ghufrona

Komentar

  1. Selamat malam. This is my first comment for your blog. I think there are a lot of information, so I will catch up with them.

    BalasHapus
  2. Thank you very much for your coming, Ofuji-san. I'll be waiting for your next comments. Happy Holiday! :)

    BalasHapus
  3. segera miliki apar di rumah
    dan pastikan apar yang anda miliki sesuai dengan kebutuhan anda
    http://tabung-pemadam.com
    hubungi 0821 4001 0901
    untuk info apar

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Macam-macam Bentuk Daun

Contoh bentuk-bentuk daun Masing-masing dedaunan yang tumbuh di berbagai tumbuhan di dunia ini memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut ditunjukkan dari berbagai hal, yaitu bentuk daun keseluruhan, bentuk ujung dan pangkal daun, permukaan daun, dan tata daunnya (Tabel 1). Tabel 1  Berbagai istilah dalam menjelaskan bentuk-bentuk daun  No Istilah Penjelasan Istilah Bentuk Daun 1 Deltate Bentuk delta, menyerupai bentuk segitiga sama sisi 2 Elliptical Ellips, bagian terlebar di bagian tengah daun 3 Elliptical Oblong Berbentuk antara ellips sampai memanjang 4 Lanceolate Bentuk lanset, panjang 3-5 x lebar, bagian terlebar sekitar 1/3 dari pangkal dan menyempit di bagian ujung daun 5 Oblong Memanjang, panjang daun sekitar 2 ½ x lebar 6 Oblong lanceolate Berbentuk antara memanjang sampai lanset 7 Ob...

Ekosistem Mangrove: Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Mangrove

Hutan mangrove Pulau Sebuku Kalimantan Selatan dilihat dari sisi sungai (Dokumentasi Penelitian Ghufrona 2015) Ekosistem mangrove dapat berkembang baik di daerah pantai berlumpur dengan air yang tenang dan terlindung dari pengaruh ombak yang besar serta eksistensinya bergantung pada adanya aliran air tawar dan air laut. Samingan (1971) menyatakan bahwa kebanyakan mangrove merupakan vegetasi yang agak seragam, selalu hijau dan berkembang dengan baik di daerah berlumpur yang berada dalam jangkaan peristiwa pasang surut.  Komposisi mangrove mempunyai batas yang khas dan batas tersebut berhubungan atau disebabkan oleh efek selektif dari: (a) tanah, (b) salinitas, (c) jumlah hari atau lamanya penggenangan, (d) dalamnya penggenangan, serta (e) kerasnya arus pasang surut. Pertumbuhan vegetasi mangrove dipengaruhi oleh faktor lingkungan (fisik, kimia, dan biologis) yang sangat kompleks, antara lain: 1.       Salinitas Salinitas air tanah mempun...

Sistem Silvikultur: Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB)

THPB adalah suatu sistem silvikultur yang meliputi cara penebangan dan cara pembuatannya kembali yaitu dengan cara menebang habis semua pohon yang terdapa t da l a m tegakan hutan sedangkan permudaannya dilakukan dengan mengadakan penanaman kembali areal  bekas tebangan habis tersebut, dengan tujuan untuk memperoleh tegakan hutan baru yang seumur da n bernilai tingg i (memperoleh hasil maksimal) , sesuai dengan tujuan perusahaan (umumnya untuk keperluan industri) Dalam s i stem silvikultur THPB, semua pohon berharga baik karena jenis maupun karena ukurannya, ditebang untuk dimanfaatkan.  Jatah tebangan disesuaikan dengan keadaan hutan, target produksi dan kemampuan reboisasi    Secara ideal sistem ini meliputi penebangan dan permudaan setiap tahun dengan luas blok-blok yang sama (coupes) dan tergantung pada daur (rotasi) dari species pohon yang itu sendiri. Hasil akhir dari sistem ini akan terbentuk tegakan-tegakan dengan umur: 1,2,3,...........r (r = rotasi). P...