Langsung ke konten utama

Aplikasi Model Optimasi Linear Goals Programming dalam Menentukan Pola Penggunaan Lahan Optimal di DAS Citarum Hulu

RINGKASAN

R. RODLYAN GHUFRONA. Aplikasi Model Optimasi Linear Goals Programming dalam Menentukan Pola Penggunaan Lahan Optimal di DAS Citarum Hulu. Dibimbing oleh OMO RUSDIANA.
Peta hasil optimasi penggunaan lahan di DAS Citarum Hulu dengan menggunakan
Model Optimasi Linear Goals Programming.


Berbagai kejadian bencana alam seperti banjir dan longsor yang banyak terjadi saat ini disebabkan tidak optimalnya penggunaan lahan terutama di kawasan hulu suatu DAS yang seharusnya memiliki luasan hutan minimal 30% berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. DAS Citarum merupakan salah satu DAS Kategori I atau membutuhkan penanganan serius karena kondisinya sangat kritis. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menentukan pola penggunaan lahan optimal yang dapat mendukung keberlanjutan fungsi ekologi dan ekonomi dari kawasan hulu suatu daerah aliran sungai. Penelitian ini bertujuan menentukan kondisi erosi, ruang terbuka hijau, dan pendapatan rumah tangga tani aktual yang diakibatkan pola penggunaan lahan aktual di DAS Citarum Hulu; merekomendasikan pola penggunaan lahan optimal dengan menggunakan model optimasi Linear Goals Programming; menentukan implikasi rekomendasi tersebut terhadap erosi, ruang terbuka hijau, dan pendapatan rumah tangga tani; serta menentukan elastisitas dampak perubahan suatu sasaran optimasi terhadap sasaran lainnya melalui analisis sensitivitas.
Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu pengelompokan karakteristik lingkungan fisik; penentuan erosi aktual, ruang terbuka hijau, dan pendapatan rumah tangga tani aktual; perumusan kerangka model optimasi; dan analisis sensitivitas. Optimasi dalam penelitian ini bertujuan merancang konfigurasi spasial pola penggunaan lahan yang dapat mengendalikan laju erosi sampai mendekati erosi yang dapat dibiarkan atau tolerable soil loss (TSL), memenuhi standar minimum luas ruang terbuka hijau (RTH), menghasilkan berbagai komoditas tanaman yang memenuhi permintaan lokal, dan memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga tani yang memenuhi standar kebutuhan hidup layak (KHL). Untuk memenuhi tujuan optimasi tersebut, teknik optimasi mengaplikasikan model optimasi Linear Goals Programming (LGP) dengan menggunakan software optimasi General Algebraic Modeling System (GAMS). LGP merupakan program linear dengan sasaran-sasaran berupa simpangan negatif maupun simpangan positif yang mendekati sasaran yang ditetapkan. Sugiyono dan Suarna (2006) menjelaskan bahwa program linear dapat menyelesaikan persamaan yang mempunyai orde besar dengan ribuan variabel dan kendala, serta sangat bermanfaat untuk menyelesaikan permasalahan alokasi sumberdaya secara efisien.
Penggunaan lahan aktual di DAS Citarum Hulu terdiri atas 22 tipe. Penggunaan lahan aktual yang paling mendominasi adalah Sawah Irigasi (23,08%). Tiga penggunaan lahan aktual dominan setelah Sawah Irigasi yaitu ruang terbangun pemukiman (16,53%), tegalan/ladang (15,86%), dan perkebunan (15,04%). Dari penggunaan lahan aktual tersebut, luasan penggunaan lahan berupa hutan di DAS Citarum Hulu ialah seluas 16,20% dengan luasan hutan berfungsi lindung seluas 9,81% dan hutan produksi seluas 6,39% dari total luas DAS Citarum Hulu. Persentase tersebut tidak memenuhi standar minimum luasan hutan UU Kehutanan No. 41 Tahun 1999, yaitu 30%. Pola penggunaan lahan aktual tersebut mengakibatkan rata-rata laju erosi di DAS Citarum Hulu sebesar 574,16 ton/ha/tahun dengan laju erosi berkisar 0,35-17.704,27 ton/ha/tahun dan didominasi lahan dengan tingkat bahaya erosi sangat berat (36,87%); ruang terbuka hijau seluas 139.549,65 ha (76,75%); dan sekitar 58,25% rumahtangga tani di DAS Citarum Hulu diperkirakan tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan hidup layak yaitu 23,43% rumahtangga termasuk kategori keluarga Pra-Sejahtera (sangat miskin) dan 34,82% Sejahtera I (miskin).
Teknik optimasi menghasilkan rekomendasi pola penggunaan lahan optimal yaitu lahan berfungsi lindung yang terdiri atas hutan lindung, hutan konservasi, dan taman perairan kota seluas 38.155,06 ha (20,99%); hutan produksi seluas 699,56 ha (0,38%); kebun/perkebunan seluas 30.697,81 ha (16,88%); ladang/tegalan seluas 29.168,70 ha (16,04%); sawah tadah hujan seluas 8.906,64 (4,89%); sawah irigasi seluas 43.200,11 ha (23,76%); dan ruang terbangun dengan luasan RTH 10% seluas 30.966,97 (17,03%). Pada penggunaan lahan berfungsi budidaya, direkomendasikan sistem penanaman agroforestri dengan jenis tanaman yang direkomendasikan sebanyak 50 jenis yang merupakan jenis tanaman lokal yang tidak memiliki masalah dalam kesesuaian lahan, produktivitas, serta permintaan dan harga pasar lokal komoditas dari jenis tanaman tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari sistem ini ialah kesuburan tanah yang lestari, konservasi tanah, peningkatan hasil, pengurangan resiko kegagalan, mudah dikelola, pengendalian hama dan penyakit, dan lebih dapat memenuhi kebutuhan sosial ekonomi penduduk setempat.
Rekomendasi penggunaan lahan optimal tersebut dapat menurunkan laju erosi dari aktual ke optimal sebesar 94,13% sehingga 72,97% kawasan mencapai TSL; meningkatkan areal RTH menjadi 87,39%; serta menurunkan jumlah rumah tangga tani yang tergolong miskin sebanyak 71,26% dari kondisi aktual sehingga 83,26% rumah tangga tani tanaman di DAS Citarum Hulu dapat memperoleh pendapatan yang memenuhi KHL. Dari hasil analisis sensitivitas dapat diketahui bahwa perluasan areal perkebunan teh dan kina sebesar 1% dapat mengakibatkan peningkatan erosi sebesar 14,46-6159,59%; peningkatan erosi sebesar 1% dapat mengakibatkan penurunan pendapatan rumah tangga tani 800,82%; peningkatan permintaan lokal terhadap suatu komoditas tanaman sebesar 1% dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga tani di DAS Citarum Hulu sebesar 13,68-2582,48%.

Kata kunci:   Penggunaan lahan, erosi, pendapatan rumah tangga tani, ruang terbuka hijau, model optimasi.


Artikel selengkapnya:

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Macam-macam Bentuk Daun

Contoh bentuk-bentuk daun Masing-masing dedaunan yang tumbuh di berbagai tumbuhan di dunia ini memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut ditunjukkan dari berbagai hal, yaitu bentuk daun keseluruhan, bentuk ujung dan pangkal daun, permukaan daun, dan tata daunnya (Tabel 1). Tabel 1  Berbagai istilah dalam menjelaskan bentuk-bentuk daun  No Istilah Penjelasan Istilah Bentuk Daun 1 Deltate Bentuk delta, menyerupai bentuk segitiga sama sisi 2 Elliptical Ellips, bagian terlebar di bagian tengah daun 3 Elliptical Oblong Berbentuk antara ellips sampai memanjang 4 Lanceolate Bentuk lanset, panjang 3-5 x lebar, bagian terlebar sekitar 1/3 dari pangkal dan menyempit di bagian ujung daun 5 Oblong Memanjang, panjang daun sekitar 2 ½ x lebar 6 Oblong lanceolate Berbentuk antara memanjang sampai lanset 7 Ob...

Ekosistem Mangrove: Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Mangrove

Hutan mangrove Pulau Sebuku Kalimantan Selatan dilihat dari sisi sungai (Dokumentasi Penelitian Ghufrona 2015) Ekosistem mangrove dapat berkembang baik di daerah pantai berlumpur dengan air yang tenang dan terlindung dari pengaruh ombak yang besar serta eksistensinya bergantung pada adanya aliran air tawar dan air laut. Samingan (1971) menyatakan bahwa kebanyakan mangrove merupakan vegetasi yang agak seragam, selalu hijau dan berkembang dengan baik di daerah berlumpur yang berada dalam jangkaan peristiwa pasang surut.  Komposisi mangrove mempunyai batas yang khas dan batas tersebut berhubungan atau disebabkan oleh efek selektif dari: (a) tanah, (b) salinitas, (c) jumlah hari atau lamanya penggenangan, (d) dalamnya penggenangan, serta (e) kerasnya arus pasang surut. Pertumbuhan vegetasi mangrove dipengaruhi oleh faktor lingkungan (fisik, kimia, dan biologis) yang sangat kompleks, antara lain: 1.       Salinitas Salinitas air tanah mempun...

Sistem Silvikultur: Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB)

THPB adalah suatu sistem silvikultur yang meliputi cara penebangan dan cara pembuatannya kembali yaitu dengan cara menebang habis semua pohon yang terdapa t da l a m tegakan hutan sedangkan permudaannya dilakukan dengan mengadakan penanaman kembali areal  bekas tebangan habis tersebut, dengan tujuan untuk memperoleh tegakan hutan baru yang seumur da n bernilai tingg i (memperoleh hasil maksimal) , sesuai dengan tujuan perusahaan (umumnya untuk keperluan industri) Dalam s i stem silvikultur THPB, semua pohon berharga baik karena jenis maupun karena ukurannya, ditebang untuk dimanfaatkan.  Jatah tebangan disesuaikan dengan keadaan hutan, target produksi dan kemampuan reboisasi    Secara ideal sistem ini meliputi penebangan dan permudaan setiap tahun dengan luas blok-blok yang sama (coupes) dan tergantung pada daur (rotasi) dari species pohon yang itu sendiri. Hasil akhir dari sistem ini akan terbentuk tegakan-tegakan dengan umur: 1,2,3,...........r (r = rotasi). P...