Langsung ke konten utama

Adaptasi tehadap Perubahan Iklim di Indonesia

Perlunya adaptasi terhadap perubahan iklim terintegrasi dalam rencana dan program pembangunan Indonesia bangga sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, keanekaragaman bahari yang kaya, dan produktifitas sektor pertanian dan perikanan yang tinggi. Akan tetapi kekayaan alam ini sedang menghadapi resiko akibat naiknya muka air laut, banjir, kekeringan, dan tanah longsor – yang diperkirakan merupakan dampak yang merusak dari perubahan iklim global.


Climate Change
Perubahan iklim utamanya akan berdampak pada masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir dan mereka yang menggantungkan hidupnya pada pertanian dan perikanan yang peka iklim. Hal ini berarti, 65 persen masyarakat Indonesia yang bermukim di wilayah pesisir akan terpengaruh, baik yang berada di kota pesisir yang padat penduduk, maupun masyarakat desa nelayan. Hal ini juga berarti, masyarakat pedesaan yang memilki penghidupan dari aktivitas yang berhubungan dengan pertanian, perikanan dan hutan, akan sangat terpukul. Sayangnya, masyarakat ini umumnya adalah masyarakat termiskin di Indonesia, yang memiliki sumber daya terbatas dalam menghadapi dampak perubahan iklim.   

Dampak perubahan iklim di Indonesia diperkirakan akan sangat besar, namun masih sulit untuk diperhitungkan. Perhitungan kerugian bagi perekonomian Indonesia jangka panjang, baik akibat dampak langsung dan tidak langsung, menunjukkan angka yang signifikan. Pada tahun 2100, kerugian PDB diperkirakan akan mencapai 2.5 persen, yaitu empat kali kerugian PDB rata-rata global akibat perubahan iklim. Apabila peluang terjadinya bencana turut diperhitungkan, kerugian dapat mencapai 7 persen PDB. Biaya ini dirasakan sangat besar oleh sebuah negara yang baru saja lepas dari krisis ekonomi di akhir tahun 1990-an.  Untuk melindungi masyarakat termiskin dan mencegah biaya ekonomi yang dapat mengurangi keberhasilan pembangunan, Pemerintah sebaiknya segera memulai melaksanaan tindakan adaptasi atas perubahan iklim. 

Terdapat banyak pilihan beradaptasi, yang mencakup sektor sumber daya air, pertanian, kehutanan, pesisir/bahari dan kesehatan. Upaya-upaya mengintegrasikan opsi-opsi tersebut ke dalam rencana dan implementasi pembangunan merupakan tantangan terbesar Indonesia dalam abad mendatang.

Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim

Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadap dampak ganda perubahan iklim. Meskipun kepastian mengenai besarnya bahaya masih belum dapat dipastikan, namun beberapa yang diperkirakan akan sangat signifikan adalah: 

  • Kenaikan temperatur yang tidak terlalu tinggi. Temperatur rata-rata tahunan di Indonesia telah mengalami kenaikan 0.3 °C (pengamatan sejak 1990). Tahun 1998 merupakan tahun terpanas dalam abad ini, dengan kenaikan hampir 1 °C (di atas rata-rata dari tahun 1961 – 1990).
  • Curah hujan yang lebih tinggi. Diperkirakan, akibat perubahan iklim, Indonesia akan mengalami kenaikan curah hujan 2-3 persen per tahun, serta musim hujan yang lebih pendek (lebih sedikit jumlah hari hujan dalam setahun), yang menyebabkan resiko banjir meningkat secara signifikan. Hal ini akan merubah keseimbangan air di lingkungan dan mempengaruhi pembangkit listrik tenaga air dan suplai air minum.  
  • Kenaikan permukaan air laut. Daerah berpopulasi padat akan sangat dipengaruhi oleh kenaikan permukaan air laut. Ada sekitar 40 juta masyarakat Indonesia yang bermukim dalam jarak 10 m dari permukaan air laut rata-rata, yang berarti sangat rentan terhadap perubahan permukaan air laut.  
  • Ketahanan pangan. Perubahan iklim akan mengubah curah hujan, penguapan, limpasan  air, dan kelembapan tanah; yang akan mempengaruhi produktivitas pertanian. Kesuburan tanah akan berkurung 2-8 persen dalam jangka panjang,  yang akan berakibat pada penurunan produksi tahunan padi sebesar 4 persen, kedelai sebesar 10 persen, dan jagung sebesar 50 persen. Sebagai tambahan, kenaikan permukaan air laut akan menggenangi tambak di pesisir, dan berpengaruh pada produksi ikan dan udang di seluruh negeri. 
  • Pengaruh pada keanekaragaman bahari. Diperkirakan bahwa iklim yang berubah akan meningkatkan suhu air laut Indonesia  sebesar 0.2 – 2.5  °C. Hal ini akan menambah tekanan pada 50,000 km2  terumbu karang, yang sudah dalam keadaan darurat. Pemutihan terumbu karang diperkirakan akan meningkat secara konstan pada suhu air laut, seperti yang diamati pada saat terjadinya El Nino. 
  • Peningkatan berjangkitnya penyakit yang dibawa air dan vektor. Walaupun hubungan antara perubahan iklim dan masalah kesehatan belum banyak diteliti, ada potensi bahwa berjangkitnya penyakit yang dibawa air dan vector akan meningkat. Beberapa berspekulasi bahwa peningkatan berjangkitnya kasus demam berdarah selama musim hujan di Indonesia, sebagiannya mungkin saja disebabkan oleh iklim yang lebih hangat.

Upaya adaptasi terhadap perubahan iklim yang dapat dilakukan di Indonesia 

Dalam beradaptasi pada perubahan iklim, diharuskan melibatkan gabungan intervensi reaktif dan proaktif dalam berbagai sektor. Pemerintah Indonesia telah memasukkan beberapa pilihan adaptasi ke dalam  Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Indonesia seperti yang disajikan pada Gambar dibawah ini:
 

Pilihan adaptasi yang lain juga tersedia, dan perlu untuk dipertimbangkan. Biaya untuk melakukan adaptasi akan tinggi. Diperkirakan biaya adaptasi untuk Indonesia dan tiga negara lain di Asia Tenggara di sektor pertanian dan daerah pesisir adalah rata-rata $5 milyar per tahun pada tahun 2020. Namun, untuk Indonesia, pada tahun 2050 keuntungan tahunan dari terhindarnya kerusakan akibat perubahan iklim akan melebihi biaya tahunan. Diperkirakan, pada tahun 2100 keuntungan dapat mencapai 1.6 persen PDB (bandingkan dengan biaya sebesar 0.12 persen PDB).  Akibat agenda adaptasi yang sangat besar dan akan sulit dikelola bisa dilakukan secara bersamaan, maka  diperlukan proses pemilihan dan memprioritaskan opsi-opsi dan kegiatan. Sebuah panduan untuk memprioritaskan opsi-opsi  adaptasi dalam lingkungan, dituangkan dalam Laporan Pembangunan Bank Dunia 2010. Hal ini mencakup 
empat-langkah untuk:
  1. Memprioritaskan pilihan investasi dan kebijakan yang dapat memberikan keuntungan ekonomi dan sosial, selain untuk beradaptasi pada perubahan iklim,
  2. Meningkatkan kelenturan iklim dengan menambahkan ‘marjin keamanan’ pada investasi baru, 
  3. Memilih opsi yang dapat dibalik dan fleksibel, dan 
  4. Merencanakan kegiatan berdasarkan analisa skenario; mengkaji dan menyesuaikan skenario berdasarkan informasi terbaru
Kegiatan-kegiatan adaptasi terhadap perubahan iklim SANGAT PERLU diintegrasikan dalam pengarusutamaan (mainstreaming) program-program pembangunan. Selain itu, penguatan kapasitas lokal penting untuk dilakukan, termasuk peningkatan koordinasi pusat-daerah, perencanaan dan pendanaan. Masyarakat juga perlu lebih memahami isu perubahan iklim, serta ketahanan keluarga miskin dan kelompok rentan lainnya perlu ditingkatkan.  Penelitian-penelitian juga perlu dilakukan untuk menambah pemahaman akan dampak lokal perubahan iklim.

* * *

Sumber artikel: 
Adaptasi terhadap Perubahan Iklim - Policy Brief
Laporan Analisis Lingkungan Indonesia (Country Environmental Analysis / CEA) 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Macam-macam Bentuk Daun

Contoh bentuk-bentuk daun Masing-masing dedaunan yang tumbuh di berbagai tumbuhan di dunia ini memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut ditunjukkan dari berbagai hal, yaitu bentuk daun keseluruhan, bentuk ujung dan pangkal daun, permukaan daun, dan tata daunnya (Tabel 1). Tabel 1  Berbagai istilah dalam menjelaskan bentuk-bentuk daun  No Istilah Penjelasan Istilah Bentuk Daun 1 Deltate Bentuk delta, menyerupai bentuk segitiga sama sisi 2 Elliptical Ellips, bagian terlebar di bagian tengah daun 3 Elliptical Oblong Berbentuk antara ellips sampai memanjang 4 Lanceolate Bentuk lanset, panjang 3-5 x lebar, bagian terlebar sekitar 1/3 dari pangkal dan menyempit di bagian ujung daun 5 Oblong Memanjang, panjang daun sekitar 2 ½ x lebar 6 Oblong lanceolate Berbentuk antara memanjang sampai lanset 7 Oblong obov

Ekosistem Mangrove: Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Mangrove

Hutan mangrove Pulau Sebuku Kalimantan Selatan dilihat dari sisi sungai (Dokumentasi Penelitian Ghufrona 2015) Ekosistem mangrove dapat berkembang baik di daerah pantai berlumpur dengan air yang tenang dan terlindung dari pengaruh ombak yang besar serta eksistensinya bergantung pada adanya aliran air tawar dan air laut. Samingan (1971) menyatakan bahwa kebanyakan mangrove merupakan vegetasi yang agak seragam, selalu hijau dan berkembang dengan baik di daerah berlumpur yang berada dalam jangkaan peristiwa pasang surut.  Komposisi mangrove mempunyai batas yang khas dan batas tersebut berhubungan atau disebabkan oleh efek selektif dari: (a) tanah, (b) salinitas, (c) jumlah hari atau lamanya penggenangan, (d) dalamnya penggenangan, serta (e) kerasnya arus pasang surut. Pertumbuhan vegetasi mangrove dipengaruhi oleh faktor lingkungan (fisik, kimia, dan biologis) yang sangat kompleks, antara lain: 1.       Salinitas Salinitas air tanah mempunyai peranan penting sebagai f

Cara Cepat dan Mudah Belajar Menggunakan GPS

GPS ( Global Positioning System ) sudah menjadi alat yang wajib dibawa bagi para surveyor dalam melakukan pengamatan vegetasi, satwaliar, fisik lingkungan, dan sebagainya. Dengan menggunakan GPS, kita dapat menentukan lokasi geografis dari suatu titik pengamatan maupun track perjalanan survey. Fungsi altimeter sebagai alat pengukur ketinggian suatu lokasi dan kompas untuk menentukan arah azimuth sudah dapat diwakili dengan menggunakan GPS.   "Cara menggunakan GPS itu susah / ribet gak sih?" Silahkan cek Cara Cepat dan Mudah Belajar Menggunakan GPS berikut ini >>